SELAMAT DATANG DI SITUS AL-BASIYYAH BUNTET PESANTREN MERTAPADA KULON ASTANAJAPURA CIREBON

Rabu, 01 Desember 2010

Gus Dur Sang Pembalap Formula 1 Sejati !!!


Ketika Gus Dur dilengserkan dari Kepresidenan beliau bersikap sedemikian rupa sehingga turunnya beliau penuh kedamaian, padahal menurut kabar para pendukung sudah siap badan mempertahankannya. Hal ini beda sekali dengan presiden sebelumnya yang turunnya didahului oleh huru-hara. Kalau dicermati peristiwa tersebut tampak sekali sikap demokratnya. Menurut analisis pribadi saya (yang awam) peristiwa tersebut menunjukkan adanya perbedaan pandangan tentang arah dan kecepatan bagi kemajuan negara kita.

Saya mengibaratkan bahwa seorang presiden adalah seorang sopir yang mengendarai sebuah mobil yang bernama NKRI. Mobil ini berisi orang-orang yang ingin bepergian ke suatu tujuan yang biasanya adalah tujuan yang menyenangkan. Berbeda dengan mobil betulan, penentuan sopir di mobil ini sangat ketat dan bisa berdarah-darah serta menghabiskan uang yang banyak.

Di mobil NKRI yang duduk disamping sopir adalah MPR & DPR dan sebangsanya yang tugasnya mengawasi dan memberi tugas agar mobil selalu berarah ke tujuan yang disepakati bersama. Berbeda dengan sopir mobil betulan yang sama sekali takluk oleh perintah majikan, sopir NKRI diberi kewenangan berkreasi tentang jalannya mobil.

Kalau kita melihat sepak terjang Gus Dur saat belum menjadi presiden (artinya sebagai penumpang dan sopirnya waktu itu adalah Pak Harto) tampak sekali sikapnya yang menjunjung keberagaman tanpa pandang SARA. Pandangan ini adalah pandangan seorang demokrat sejati dan merupakan sikap yang lazimnya ada di negara-negara maju. Artinya mindset Gus Dur adalah pemikiran yang sangat maju, jauh melampaui pemikiran siapapun saat itu. Mungkin yang paling mendekati pemikiran Gus Dur adalah pemikiran Cak Nur. Jadi Gus Dur sudah punya pikiran tentang bagaimana masa depan Indonesia.

Tibalah saat Gus Dur menjadi Presiden. Tidak ada sama sekali dari pemikiran orang-orang yang menunjuknya, Amien Rais cs, bahwa Gus Dur dibalik kelemahan fisiknya adalah seorang pembalap Formula 1 sejati! Seorang pembalap yang ingin melajukan mobil NKRI agar dapat menyusul mobil-mobil negara lain yang telah melesat kedepan. Tak heran gebrakan demi gebrakan dilakukannya sebagai persiapan tancap gas.

Malangnya para penumpang, terutama dibarisan depan disamping sopir, merasa jeri akan kepiawaian Gus Dur menyetir mobil ala Formula 1 yang penuh dengan adegan kecepatan tinggi, manuver tak terduga, saling salip menyalip, dan lain-lain. Para penumpang di depan ini sepertinya terbiasa naik mobil yang lambat dan kalem bahkan mungkin terbiasa naik ojek sehingga syok dan muntah ketika mobil NKRI mulai melaju meskipun Gus Dur baru melakukan warm lap. Padahal rakyat biasa yang kebagian duduk di belakang tidak terlalu mempermasalahkan penyopiran ala Gus Dur, bahkan mereka mulai merasakan denyut darah semangat ada diseluruh tubuh mereka dan menyambut gembira kelajuan mobil yang sama sekali lain dari sebelumnya.

Nasi telah menjadi bubur, seumpama Gus Dur tidak lengser, saya yakin negara kita saat ini sudah menyamai pencapaian negara Malaysia dan Thailand.

Itulah kira-kira yang terjadi menurut pandangan saya sebagai orang awam yang kebetulan menyukai F1 dan MotoGP sehingga mau tak mau judulnya nyerempet-nyerempet ke balapan. Saya mohon maaf sekiranya penganalogian saya ini menyinggung keluarga besar Gus Dur.

Selamat jalan Gus Dur. Kami berharap ada Presiden yang mampu membalap seperti dirimu!

Yoyok Adisetio Laksono

http://filsafat.kompasiana.com/2010/01/01/gus-dur-sang-pembalap-formula-1-sejati/

Gus Dur

Ketika Mahatma Gandhi wafat, ia—yang selama hidupnya antikekerasan dimakamkan dengan upacara militer. Ironis, mungkin juga menyedihkan: bahkan seorang Gandhi tak bisa mengelak dari protokol kebesaran yang tak dikehendakinya.

Seorang tokoh besar yang wafat meninggalkan bekas yang panjang, seperti gajah meninggalkan gading. Kadang-kadang ia hadir sebagai ikon: sebuah tanda yang memberikan makna yang menggugah hati karena melebihi kehendak kita sendiri. Kadang-kadang sebagai simbol: sebuah tanda yang maknanya kita tentukan, tak perlu menggugah hati lagi, namun berguna untuk tujuan kita yang jelas.

Sebuah ikon adalah sebuah puisi. Sebuah simbol: alat. Keduanya saling menyilang tak henti-hentinya.

”Pahlawan mati hanya satu kali,” kata orang hukuman dalam lakon Hanya Satu Kali, yang disebutkan sebagai terjemahan sebuah karya John Galsworthy tapi yang tak pernah saya ketahui yang mana.

Gus Dur bisa disebut seorang pahlawan: ia tak akan meninggalkan kita lagi, begitu jenazahnya dikuburkan. Terutama ketika yang hidup tak akan meninggalkan apa yang baik yang dilakukannya.

Tapi dalam arti lain pahlawan mati hanya satu kali karena ia tak lagi bagian dari kefanaan. Tak lagi bagian dari kedaifan. Tak lagi bagian dari pergulatan untuk menjadi baik atau bebas yang membuat sejarah manusia berarti.

Hanya dalam pergulatan itu, Gus Dur tampak sebagai yang tak sempurna, tapi melakukan tindakan yang sesederhana dan semenakjubkan manusia: dari situasinya yang terbatas ia menjangkau mereka yang bukan kaumnya, melintasi gerbang dan pagar, jadi tak berhingga, untuk menjabat mereka yang di luar itu. Terutama mereka yang disingkirkan, dicurigai, atau bahkan dianiaya: bekas-bekas PKI, minoritas Tionghoa, umat Ahmadiyah. Kita tahu ia melakukan itu dengan nekat tapi prinsipiil—keberanian yang hampir tak terdapat pada orang lain.

”Saya dan Romo Mangun berbeda agama, tapi satu iman,” kata Gus Dur suatu kali.

Iman bagi Gus Dur bukanlah sebuah benteng: sebuah konstruksi di sebuah wilayah. Benteng kukuh dan tertutup, bahkan dilengkapi senjata, untuk menangkis apa saja yang lain yang diwaspadai. Bangunan itu berdiri karena sebuah asumsi, juga kecemasan: akan ada musuh yang menyerbu atau pecundang yang menyusup.

Iman bagi Gus Dur bukanlah sebuah benteng, melainkan sebuah obor. Sang mukmin membawanya dalam perjalanan menjelajah, menerangi lekuk yang gelap dan tak dikenal. Iman sebagai suluh adalah iman seorang yang tak takut menemui yang berbeda dan tak terduga. Terkadang nyala obor itu redup atau bergoyang, tapi ia tak pernah padam. Bila padam, ia menandai perjalanan yang telah berhenti.

Saya membayangkan Gus Dur tak pernah berhenti.

Ada sebuah nyanyian Fairouz yang digemari Gus Dur, dikutipkan oleh Mohammad Guntur-Romly, bersama liriknya. Petilannya, saya coba terjemahkan:

Pernahkah kau terima hutan seperti aku terima hutan, sebagai rumah tinggal, bukan istana

Pernahkah kau buat rumput jadi ranjang dan berselimutkan luasnya ruang,

merasa daif di hadapan yang kelak, dan lupa akan waktu silam yang hilang

Sering saya berpikir kenapa Gus Dur dengan tanpa ragu tak ikut mengutuk novel Salman Rushdie, The Satanic Verses.

Saya duga karena ia menemukan dalam novel itu empat unsur yang tak terpisahkan: kenakalan, kecerdasan, provokasi, dan humor.

Gus Dur tak keberatan dengan keempat unsur itu karena ia yakin Tuhan tak sama dengan mereka yang terusik oleh kenakalan dan humor. Saya kira Tuhan bagi Gus Dur bukanlah Tuhan yang terbayang dalam Perjanjian Lama, Tuhan yang menggelisahkan puisi Amir Hamzah: Tuhan yang ”ganas” dan ”cemburu”.

Yang ganas dan cemburu akan menampik kenakalan dan humor. Tuhan yang antihumor itulah yang diyakini Jorge, kepala biara dalam novel Umberto Eco, Il nome della Rosa. Di biara Italia abad ke-14 itu beberapa rahib ditemukan tewas. Kemudian diketahui bahwa mereka telah terkena racun ketika membuka sebuah buku terlarang di dalam perpustakaan; sebuah buku tentang tertawa.

Satu paragraf yang tak terlupakan: ”Mungkin misi mereka yang mencintai umat manusia adalah untuk membuat orang menertawakan kebenaran, untuk membuat kebenaran tertawa, sebab satu-satunya kebenaran terletak dalam belajar membebaskan diri kita dari kegandrungan gila-gilaan kepada kebenaran”.

Saya lebih bangga punya seorang Gus Dur yang bukan presiden, ketimbang seorang Gus Dur di atas takhta.

Betapapun keinginannya, ia tak pernah cocok di sana. Sebab ia bagian yang wajar dari sesuatu yang bagi saya sangat berharga—ketidakmauan untuk tunduk kepada yang kuasa dan yang beku— semacam anarkisme yang jinak dan jenaka.

Seorang intelektual publik terkadang yakin bahwa memasuki kehidupan politik (dan memperoleh kekuasaan) itu perlu. Yang sering dilupakan ialah bahwa ”yang perlu” belum tentu ”yang niscaya”, dan bahwa politik, sebagai panggilan, sebenarnya sebuah panggilan yang muram, sedih.

Dalam kesedihan itu kita seharusnya bertugas.

~Majalah Tempo Edisi Senin, 11 Januari 2010~
http://caping.wordpress.com/

Sabtu, 22 Mei 2010

IDUL FITHRI

Setelah menunaikan Ibadah Puasa Ramadlon menahan lapar dan haus serta menahan gejolak hawa nafsu angkara / murka sebulan lamanya kita ummat Islam tibalah saatnya Lulus dalam menempuh puasa Ramadlon dan merayakan Hari Kemenangan Hari Raya “IEDUL FITHRI” Ahad, 1 Syawwal 1430 H bertepatan dengan Hari Minggu tanggal 20 September 2009 M.

Iedul Fithri adalah kembali ke Fithrah seperti anak baru lahir tidak punya dosa karena dosanya telah diampuni oleh Alloh SWT Hablum min Alloh. amien.
Tinggal hubungan kita pada mahluq yang lain Hablum minannas kita saling berjabatan tangan memohon maaf pada sesama kita.

Hari Raya yang kita rayakan seperti sabda Nabi Laisal Ied man labisal jadid innamal ied man thoatal yazid artinya Hari Raya itu bukan untuk orang-orang yang berpakaian baru tapi hari raya itu untuk orang-orang yang thoatnya kepada Alloh bertambah

Setelah kita Lulus dalam menempuh Ujian dalam bulan Ramadlon pada bulan yang lalu maka mari kita praktekkan dan kita tingkatkan sehari-hari seperti Sabar, Jujur, menahan gejolak hawa nafsu, peduli memberi kepada fakir miskin dan meningkatkan amal / ibadah, berangkat sekolah, belajar, bekerja untuk menafkahi anak istri dll.

Hari Raya “Iedul Fithri” jatuh pada bulan syawwaal, syawwal mempunyai arti meningkat jadi segala apa yang sifatnya positif harus ditingkatkan terus seperti pada akhir ramadlon kita memberi secara simbolis berupa zakat fitrah terus ditingkatkan jangan hanya secara simbolis saja terus meningkat dan meningkat terus sampai nanti pada Iedul Adha bukan hanya zakat fitrah berupa beras lebih lagi secara kwalitas yaitu memberi lauk pauk berupa daging agar orang-orang Islam menjadi lebih kuat, lebih cerdas dan lebih hebat.
Setiap tahun kita menemui bulan Ramadlon yang mempunyai banyak hikmah, setiap tahun juga umur kita bertambah, jangan sampai kita telah berkali-kali menemui bulan Ramadlon tapi :

1) Amal kita tetap saja begitu
2) Tetap tidak jujur
3) Tidak Sabar
4) Tidak tabah
5) Tidak peduli terhadap fakir miskin
6) Masa bodoh terhadap diri sendiri dan orang lain

Orang yang berpuasa pada bulan Ramadlon akan lebih tahan banting terhadap apapun juga karena bulan puasa mempunyai hikmah yang luar biasa.

Akhirnya kami berharap mudah-mudahan Sholat kita, Puasa kita, Haji kita, amal baik kita diterima oleh Alloh SWT dan kita termasuk orang-orang yang meningkat amaliyah kita dan bertemu pada bulan puasa Ramadlon selanjutnya. Amiiien ya Robbal Alamiiien.

H. Saefuddin Zaeni
Staf Tata Usaha MANU Putra/SMK NU Mekanika
Buntet Pesantren Cirebon

MARHABAN YA RAMADLON

Setiap tahun selama satu bulan ummat Islam diwajibkan berpuasa dibulan Ramadlan sebulan penuh, ini merupakan kewajiban untuk menunaikan rukun Islam yang ke 4, untuk tahun 2009 M / 1430 H ummat Islam menjalankan Ibadah puasa mulai Hari Sabtu, 22 Agustus 2009 H bertepatan dengan 1 Ramadlon 1430 H.
Bulan Ramadlon mempunyai arti yang sangat penting bagi kita karena segala amal ibadahnya akan dilipatgandakan oleh Alloh SWT 1000 kali lipat, oleh karena itu perbanyaklah amal ibadah kita seperti sholat, tadarrus Al-qur”an, mengaji kitab-kitab, menghafalkan pelajaran, berangkat sekolah, mencari rizki untuk anak dan istri serta memberi shodaqoh pada fakir miskin dll.
Arti Puasa
Puasa atau Siyam atau juga Al-Imsak
Al-Imsak arti menurut bahasanya artinya menahan
Arti menurut Istilah yaitu menahan makan, minum dan segala hal yag membatalkan puasa dengan disertai niyat sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Manfaat Puasa
Puasa kata Mang Tako (Alm) arti kiratanya Pu adalah Nyepuh Sa artinya Dosa, jadi kata Mang Tako dengan berpuasa akan nyepuh dosa atau dosanya akan diampuni oleh Alloh SWT, karena puasa diawalnya diberi rakhmat di ditengahnya akan diampuni dosanya oleh Alloh SWT dan terakhir akan dijauhkan dari api neraka.
Orang berpuasa paling tidak mengandung beberapa pendidikan:

1.Puasa mendidik kita Jujur
Berpuasa merupakan sarana kenaikan tingkat atau ujian atau juga disini ada pengawasnya yaitu malaikat Rokib dan malaikat Atid, bisa saja kita tidak jujur dengan makan minum tidak diketahui orang lain tapi Alloh maha tahu serta kedua malaikat Alloh akan mencatatnya
2.Puasa mendidik kita sabar dan tabah
Walaupun perut kita keroncongan dan kehausan atau juga kita ingin berbuat yang tidak-tidak tapi ana soimun saya adalah orang berpuasa, maka kita mencegah dari perbuatan yang merusak amal ibadah puasa. Orang yang yang berpuasa akan sabar menahan gejolak hawa nafsu/angkara murka juga tabah dalam menghadapi segala macam rintangan, cobaan dll.
3.Puasa mendidik kita untuk peduli terhadap fakir miskin
Karena puasa merasa lapar dan kehausan akhirnya muncul suatu kepedulian sosial terhadap sesama kita yaitu kepada fakir dan miskin yang dilambangkan dengan memberikan Zakat fitrah untuk dilanjutkan dan ditingkatkan terus peduli memberi zakat atau sodakoh terhadap fakir miskin setelah selesai berpuasa nanti

Seperti kita jelaskan di atas puasa merupakan sarana pendidikan, Ujian, Introspeksi diri untuk dilanjutkan atau dijalankan serta dipraktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari setelah selesai berpuasa Ramadlon nanti dan mudah-mudahan kita akan bertemu kembali pada bulan puasa Ramadlon-ramadlon selanjutnya.
Mudah-mudahan Sholat kita, puasa kita dan amal ibadah kita diterima oleh Alloh SWT dan kita akan LULUS dalam menempuh Puasa kita.
Amim ya Robbal Alamin.

H. Saefuddin Zaeni
Staf MANU Putra/SMK NU Mekanika
Buntet Pesantren Cirebon

INDUK AYAM DAN ITIKNYA

Dipertengahan tahun 1988 sekitar pukul 15.00 KH. Hasanuddin Kriyani Kepala MANU Putra Buntet Pesantren pada waktu itu, sedang duduk-duduk diemper kantor MANU Putra Buntet Pesantren sekarang Kantor IKAPB pada waktu itu siswa MANU Putra sedang tengah-tengahnya belajar di sore hari, lalu beliau memanggil saya kang udin kang udin kesini (panggilan untuk siswa MANU Putra), Lihat itu ada seekor Induk ayam Kate (kecil/wareng) dengan itiknya yang berjumlah 5 ekor, entah ayamnya siapa…? mungkin ayamnya Kang Barok, pada waktu itu kang barok masih kecil, ayam tersebut sedang mengorek-orek pasir di depan kantor terus kesana kemari tidak henti-hentinya sampai seluruh halaman dikorek semua dengan penuh rasa tanggung jawab untuk menafkahi/memberi makan anak-anaknya, tapi tidak ada dan kami lihat tidak ada makanan, karena memang halamannya lapang tidak ada apa-apa, tidak ada rumput, belum ada wiwitan ketapang atau juga pohon mangga golek, tapi ayam tersebut tetap saja mencari tidak mengenal putus asa, tidak mengenal lelah, setelah beberapa lama kemudian entah dari mana asalnya entah juga dari mana arahnya saya tidak tahu, ada orang atau anak kecil mungkin, melempar bagal (jagung godok) tapi masih banyak jagungnya, dibuang karena jagung tersebut banyak ulatnya sampai-sampai induk ayam tersebut tersentak kaget ….. keoook……….dan melihat hahhh ini makanan saya lalu dimakan jagung yang banyak ulat yang penuh gizi itu bersama itiknya sampai seluruhnya kenyang lalu pulang tidur kekandang mungkin malam itu mimpi indah untuk bisa mencari makan esok hari kemudian.
Setelah beberapa tahun kemudian saya ceritakan kisah ini kepada Mang Yadi penjual Es, beberapa bulan kemudian saya berpapasan dengan Mang Yadi sambil membawa gerobak Es saya tegur hujan-hujan begini koq dagang Es, dia jawab siapa tahu bisa dapat bagal yang bergizi serta halal dan berkah untuk menafkahi anak istri bekal ibadah, ngaji dan sekolah ayam saja tahu bahwa Alloh SWT itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Iya yah guru saya pernah mengatakan yang dinilai oleh Alloh SWT adalah Usaha/upaya lahir dan bathin yaitu bekerja, menghapalkan pelajaran dll yang sifatnya lahiriyah secara sungguh-sungguh serta berdo’a kepada Alloh SWT, mengenai hasil itu dari Alloh SWT.
Jatuhnya bagal itu dari Alloh SWT, kalau secara aqal didaerah itu tidak mungkin bisa dapat makanan
Ini adalah cerita bukan dongeng, kata Mang Tako Cerita itu ciri-cirinya nyata sedang dongeng itu bebodo wong cengeng.
Wallohu A’lam