KELAS XII
BAB I
KARAKTERISTIK PAHAM AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyah Diniyah Islamiyah,
didirikan oleh para ulama yang memiliki kesamaan visi dan misi keagamaan Islam
Aswaja.
Paham Aswaja bersumber dari sebutan yang
dinyatakan oleh Nabi Muhammad yaitu “ ma’ana alahil yauma wa ashhabi” ( apa
yang aku berada di atasnya bersama para sahabatku). Dengan kata lain Aswaja
adalah ajaran ( wahyu Allah) diturunkan
kepada Nabi Muhamad dan disampaikan kepada para sahabatnyadan diamalkan oleh Nabi
Muhammad beserta para sahabatnya. Intinya terletak pada keterpaduan iman, Islam
dan ihsan yang tercermin pada cara berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam
seluruh aspek kehidupan.
Syarat mutlak bagi segenap anggota
Jam’iyyah terutama para pemimpin harus memiliki karakter pejuang. Pada
hakekatnya Jam’iyyah NU adalahmedan pengabdian dan perjuangan, tidak masuk akal
apabila seorang pemimpin tidak memiliki karakter pejuang yang tercermin pada
kepribadiaannya.
Kepribadian dan identitas pejuang NU
menandai karakteristik yang berbeda dengan orang lain dalam praktik sehari-hari
dalam melaksanakan ibadah dan muamalah> Itulah sebenarnya yang menjadi
tujuan NU yang sejak awal berdirinya dikenal dengan “ Mabadi’ Khaira Ummah “
A. MABADI’ KHAIRO UMMAH SEBAGAI MISI NAHDLATUL
ULAMA
1. Pengertian,
Tujuan dan Prinsip-prinsip Mabadi Khaira Ummah
a. Pengertian Mabadi’ Khairo Ummah
Mabadi’ Khaira Ummah adalah Prinsip-prinsip dasar yang
melandasi terbentuknya umat yang terbaik. Gerakan Mabadi’ Khaira Ummah
merupakan langkah awal pembentukan umat terbaik (Khaira ummah) yaitu suatu umat
yang mampu melaksanakan tugas-tugas waljama’ah yang merupakan bagian terpenting
dari kiprah Nahdlatul Ulama.
Amar Ma’ruf adalah mengajak dan mendorong perbuatan, baik yang
bermanfaat bagi kehidupan duniawi dan ukhrowi, sedangkan Nahi Munkar
adalah menolak dan mencegah segala yang dapat merugikan, merusak dan
merendahkan nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan.
Oleh karena itu, Amar Ma’ruf Nahi Munkar
merupakan dua sendi yang tidak dapat dipisahkan untuk mencapai kebahagiaan
lahiriyah dan batiniyah. Prinsip dasar yang melandasi disebut Mabadi’ Khaira
Ummah, kalimat Khairo Ummah diambil dari kandungan Al-Qur’an suarat Ali Imran
ayat 110 yang berbunyi :
كنتم خير
امة اخرجت للناس تأمرون با لمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون با لله
Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah (QS. Ali Imran :110)
b. Tujuan dan Isi Mabadi’ Khaira Ummah
Gerakan Mabadi’ Khaira Ummah yang pertama
diarahkan kepada penggalangan warga untuk mendukung program pembangunan ekonomi
NU. Program ini menjadi perhatian serius saat ini, sebagaimana hasil keputusan
Muktamar NU ke 28 di Yogyakarta tahun 1989 yang mengamanatkan kepada PBNU agar
menangani masalah sosial dan ekonomi secara bersungguh-sungguh.
Prinsi-prinsip dasar yang terkandung dalam
Mabadi’ Khaira Ummah tersebut amat relevan dengan dimensi personal dalam
pembinaan manajemen organisasi, baik organisasi usaha (bisnis) maupun
organisasi sosial lainnya.
c. Prinsi-prinsip Mabadi’ Khaira Ummah
Pada Musyawarah Nasional Alim Ulama di
Lampung tahun 1992, gerakan Mabadi’ Khaira Ummah kembali dimunculkan ke
permukaan dan bahkan lebih dikembangkan lagi. Mabadi’ Khaira Ummah yang pada
asalnya hanya terdiri atas tiga prinsip, yaitu Assidqu, Alamanah/Al wafa bil
ahdi dan atta’awun sebagaimana yang dirumuskan oleh KH. Mahfudz Shidiq selaku
ketua PBNU pada tahun 1935. Kemudian dalam Munas Alim Ulama dan Konbes NU di
Bandar Lampung tahun 1992, tiga prinsip tersebut ditambah dua poin lagi yakni Al’adalah
dan Al istiqomah. Sehingga menjadi lima
prinsip dan disebut juga sebagai “ Mabadiul Khomsah “.
Dasar pemikiran adanya penambahan tersebut
adalah perbedaan tantangan situasional yang berbeda antara tahun 1935 dan
tahun-tahun mendatang, selain itu juga adanya perbedaan sasaran yang ingin
dicapai. Sasaran pada waktu itu hanya pembentukan jati diri dan watak warga NU,
sedangkan sekarang ini diharapkan sebagai modal dasar bagi pembentukan tata
kehidupan baru yang lebih baik.
2. Uraian dan Pemasyarakatan Mabadi’ Khairo
Ummah
Pada pembahasan ini akan diuraikan
makna-makna yang terkandung dalam Mabadi’ Khoiro Ummah, yaitu :
1. Asshidqu
( memiliki integritas Kejujuran)
Butir ini mengandung arti kejujuran pada
diri sendiri, sesama dan kepada Allah sebagai pencipta, Asshidqu mengandung
arti juga kebenaran, kenyataan, kesungguhan dan keterbukaan . Kejujuran dan
kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, jujur dalam hal ini berarti
tidak plin plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau memberikan
informasi yang mnyesatkan.
Firman Allah :
يا ايها الدين أمنو ااتقواالله
وكونوا مع الصدقين (التوبة:
119)
Artinya : Hai orang-orang yang eriman,
bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar
Sabda Nabi :
عليكم با لصدق فان الصد ق يهدى الى البر وان الير يهدى
الى الجنة وما يزال الرجل ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا ( متفق عليه )
Artinya : Tetaplah kamu jujur (benar)
karena kejujuran itu menunjukkan kepada kebaktian, dan kebaktian itu
menunjukkan kepada surga, seorang laki-laki enantiasa jujur dan mencari
kejujuran sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur (Mutafaq Alaihi)
2. Al Amanah Walwafa Bil ‘Ahdi ( Terpercaya dan
Taat dan Memenuhi Janji )
Butir ini memuat dua istilah yang saling
kait, yakni alamanah dan al wafa bil’ahdi. Yang pertama secara lebih umum
meliputi semua beban yang harus dilaksanakan , baik ada perjanjian maupun
tidak, sedang yang disebut belakangan hanya berkaitan dengan perjanjian, kedua
istilah ini digabungkan untuk memperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi
dapat dipercaya, setia dan tepat janji.
Dapat dipercaya adalah sifat yang
dilekatkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya,
baik yang bersifat diniyyah maupun ijtimaiyyah (kemasyarakatan)
Firman Allah :
إن الله
يأ مر كم ان تؤ دواالا منت الى اهلها .. (النساء : 58)
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya
Sabda Nabi :
ادالامانة
الى من ائتمنك ولا تخن من خا نك ...(رواه التر مدي)
Artinya : Sampaikanlah amanat itu kepada
orang yang memberi kepercayaan kepadamu, dan jangan mengkhianati orang yang
berkhianat kepadamu (HR.
Turmudzi)
3. Al ‘Adalah ( Tegak Lurus dalam Meneguhkan Rasa
Adil dan Keadilan)
Bersikap Adil Al’adalah mengandung
pengertian obyektif, proporsional dan taat asas. Butir ini mengharuskan orang
berpegang kepada kebenaran obyektif dan menempatkan segala sesuatu pada
tempatnya.
Firman Allah :
واد
حكمتم بين الناس ان تحكموا با لعدل ... ( النساء : 58)
Artinya : Dan apabila kamu menetapkan hukum
di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. (QS. An Nisa’ 58)
Implikasi lain dari Al ‘adalah adalah
kesetiaan pada aturan main (correct) dan rasional dalam membuat keputusan,
termasuk dalam alokasi sumber daya dan tugas. Prinsipnya adalah the right man
on the plece ( menempatkan personal sesuai dengan bidang kecakapannya).
4. Atta’awun (Saling Menolong)
Atta’awun merupakan sendi dalam tat kehidupan
masyarakat yaitu manusia sebagai makhluq sosial tidak dapat hidup tanpa
berintraksi dengan masyarakat sekitarnya. Prinsipo ini mengandung pengertian
tolong menolong, setia kawan, dan gotong royong dalam mewujudkan kebaikan dan
ketaqwaan. Imam Mawardi mengaitkan pengertian Al-birr (kebaikan)
dengan kerelaan manusia, sedangkan attaqwa (ketaqwaan) dengan kerelaan Allah.
Prinsip Aata’awun menjunjung tinggi sikap
solidaritas sesma manusia dan beriteraksi bahu membahu dalam hal kebaikan.
Mengembangkan sikap atta’awun berarti
juga mengupayakan konsolidasi.
Allah berfirman :
وتعاونوا على البر والتقوى, ولا
تعاونوا على الاسم واتعدوان , وتقواالله, انالله شديد العقاب (المائدة: 2)
Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan kamu jangan tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah sesungguhnya
Allah amat berat siksaNya. (QS.Al
Maidah:2)
Sabda Rasulullah SAW :
والله في عون العبد ما كان
العبد في عون اخيه (رواه مسلم )
Artinya : Allah selalu menolonh seorang
hamba selama hamba itu menolong saudaranya (HR. Muslim)
5. Al Istiqomah ( Konsisten )
Al Istiqomah mengandung pengertian
ajeg-jejeg, kesinambungan, keberlanjutan dan kontuinitas. Ajeg –jejeg
artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur (thoriqot) sesuai dengan ketentuan
Allah SWT, RasulNya, para salaf Al salih dan aturan yang telah disepakati bersama. Kesinambungan artinya keterikatan
antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain dan antra satu periode dangan
periode yang lain sehingga semuanya merupakan sat u kesatuan yang saling
menopang dan terkait seperti sebuah bangunan. Keberlanjutan (kontinuitas)
artinya bahwa pelaksanaan
kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang berlangsung terus menerus
tanpa mengalami kemandegan, merupakan proses maju bukannya berjalan di tempat.
B.
STRATEGI PEMASYARAKATAN MABADI KHOIRO UMMAH
Sebagai nilai-nilai universal, butir-butir mabadi’
khoir ummah memang dapat menjadi jawaban langsung bagi problem-problem
sosial yang dihadapi oleh masyarakat, tetapi sosialisasi nilai-nilai tersebut
harus dimulai dari diri sendiri. Dalam hal ini dimulai dari warga NU sendiri.
Mabadi’ Khoiro Ummah merupakan jalan
panjang bagi terwujudnya obsesi warga Nahdliyin untuk menjadi umat terbaik
(Khoiro ummah) yang dapat berperan positif di tengah masyarakat.
Dalam tataran implementasi mabadi’ Khoiro
Ummah sangat berkaitan dengan konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar sebagaimana firman Allah dala Al Qur’an surat Al’A’raf ayat 157.
Lebih jauh dikatakan bahwa konsep Amar Ma’ruf nahi Munkar merupakan instrumen
gerakan NU sekaligus barometer keberhasilan mabadi khoiro ummah sebagai sebuah
karakter kaum nahdliyin.
Aktualisasi doktrin di atas tentu
memerlukan pemahaman dan perhitungan yang cermat, mengingat doktrin tersebut
sangat berkaitan dengan realitas sosial, maksudnya setiap umat Islam mempunyai
kewajiban moral untuk melakukan aktifitas yang dapat memberikan implikasi
positif bagi manusia di sekitarnya.
Dari intraksi individu (ukhuwah Islamiyah)
akan tercipta interaksi sosial (ukhuwah insaniyah) dalam bingkai menuju
cita-cita masyarakat madani (ukhuwah wathoniyah)
NU berpendapat bahwa implementasi Amar
Ma’ruf (mendorong untuk berbuat baik) harus lebih diutamakan sampai terciptanya
tatanan kehidupan manusia yang beradab. Langkah berikutnya adalah nahi munkar
(melarang berbuat kemungkaran). NU juga meyakini bahwa upaya pembentukan Khoiro
Ummah tetap mengacu kepada kaidah :
من كان
امره معروفا فليكن بالمفروف
Artinya :
Siapa yang memerintah kebaikan, haruslah dengan cara yang baik pula
KELAS XII
BAB II
PERILAKU WARGA NAHDLATUL ULAMA DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI
A. Kaidah Fiqhiyah
Sebagai Dasar Pembentukan Perilaku Nahdliyin
Sebelum NU lahir telah terjadi akulturasi
antara budaya local dan nilai Islam di tengah-tengah umat Islam Indonesia dari
akulturasi itu terwujudlah menjadi tradisi baru yang mengakar di masyarakat.
Kelompok Islam ini menyatu dalam pola piker (Ittifaq al-ara’ wal-madzhab)
dan referensi tradisi social keagamaan (ittihad Al-ma’khad wal-masyrab).
Dasar pembentukan prilaku etika moral kaum
Nahdliyin yang bercirikan sikap tawasuth (tengah-tengah/moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran) dan
I’tidal (adil) merupakan implementasi dari kekukuhan mereka dalam memegang
prinsip-prinsip keagamaan (qoidah Al-Fiqhiyah) yang dirumuskan oleh ulama
klasik, diantara prinsip-prinsip keagamaan tersebut adalah al’adatul Muhakkamah
“
(العادة المحكمة
) artinya sebuah tradisi
dapat menjelma menjadi pranata sosial keagamaan.
Maksudnya rumusan hokum yang tidak bersifat
absolute dapat ditata selaras dengan subkultur sebuah komunitas masyarakat
menurut ruang dan waktunya dengan mengacu kepada kesejahteran dan kebaikan
masyarakat tersebut, hal ini dapat dilakukan selama tidak kontradiktif dengan
prinsip qoidah umum dan prinsip universal.
Qoidah Fiqhiyah :
العادة
المحكمة مالم يخالف الشرع
Artinya : Adat kebiasaan atau budaya itu bias
dijadikan hokum selama tidak bertentangan dengan norma agama “
Qoidah fiqhiyah tersebut menjadikan
performa Islam sangat baik, sehingga agama menjadi dinamis dan membumi, yang
selalu actual di tengah-tengah masyarakat.
Umat Islam juga mengenal prinsip dasar
keagamaan dengan menggunakan kaidah :
المحافظة
على القديم الصالح والا خد بالجديد الاصلح
Artinya : Upaya pelestarian nilai-nilai
yang baik di masa lalu dan melakukan adopsi nilai-nilai baru yang lebih baik.
Qoidah tersebut merupakan
instrumen bagi proses rekonsiliasi agama dan budaya. Agama dan budaya merupakan
dua hal yang berbeda serta mempunyai independensi tersendiri, agama berasal
dari wahyu Allah oleh karena itu bersifat suci dan permanen, sedangkan budaya
adalah produk manusia yang selalu berubah-ubah dan dinamis.
Selanjutnya kaum nahdliyin
mengenal kaidah :
الحكم
يدور مع علته وجودا وعدما
Artinya : Sebuah keputusan itu terikat
dengan sebabnya
Maksudnya sebuah kebijakan
yang dilakukan sangat dipengaruhi oleh reasoningnya, oleh karena itu sebuah
keputusan tidak dapat berdiri sendiri, ia sangat bergantung kepada alasan
keputusan tersebut.
Kaidah lainnya adalah :
ادا
تعارض مفسدتان رعي اعظمهما ضررا بارتكاب اخفهما
Artinya : Jika terjadi kemungkinan komplikasi yang
membahayakan maka yang dipertimbangkan adalah resiko yang terbesar dengan cara
melaksanakan yang paling kecil resikonya.
Kaidah ini merupakan solusi
untuk menghindari resiko buruk dengan cara menghindari langkah-langkah ideal
beresiko tinggi, setiap langkah kebijakan di tengah masyarakat selalu
mengandung resiko, karena itu resiko buruk harus menjadi pertimbangan dengan
cara memilih kebijakan yang mempunyai dampak buruk paling ringan.
Kaum nahdliyain juga mengenal
kaidah :
درء
المفاسد مقدم على جلب المصالح
Artinya : Mencegah marabahaya lebih
diutamakan dari pada meraih kebaikan
Maksudnya masyarakat perlu
memilih langkah menghindari bahaya daripada mengupayakan kebaikan yang berisiko
tinggi, prinsip ini mendorong masyarakat untuk bertindak cermat dan tepat
sehingga aktivitasnya benar-benar berdampak positif, baik bagi dirinya maupun
orang lain.
Kaidah lain :
تصرف
الامام منوط بمصلحة الرعية
Artinya : Kebijakan pemimpin harus
mengacu kepada kebaikan rakyatnya.
Maksudnya seorang penguasa merupakan
penjelmaan kepentingan rakyatnya, ia bukanlah repreentasi dirinya sendiri,
karena itu segala kebijakan yang diambil harus mengacu kepada kepentingan
rakyat.
B. Perilaku Keagamaan
NU
Islam Aswaja merupakan prinsip utama NU,
sedangkan formulasi khitthah NU, mabadi’ Khoiro Ummah, dan beberapa kaidah
fiqhiyah merupakan tafsir atas prinsip utama yang diharapkan mampu mewujudkan
kepribadian dan perilaku-perilaku warga NU.
Perilaku keagamaan warga NU yang
menggunakan system bermadzhab memberikan spesifikasi di bidang Aqidah, Syari’ah
dan Tasawuf.
Dibidang Aqidah cirri perilaku yang
dikembangkan oleh warga NU adalah :
1. Mengembangkan
keseimbangan antara logika dan teks ilahiyyah (Dalil aqli dan Naqli), dengan
pengertian dalil Aqli dipergunakan dan ditempatkan di bawah dalil naqli.
2. Warga NU berusaha
menjaga kenurnian Aqidah Islam dari pengaruh eksternal.
3. Warga NU memahami
konsep jalan tengah taqdir, yaitu percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi
adalah atas ketentuan Allah sedangkan manusia mempunyai kewajiban untuk
berusaha.
Dibidang aqidah ini NU
mengikuti Aswaja yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu
Manshur Al-Maturidi.
Dibidang syari’ah cirri perilaku warga NU
adalah :
1. Berpegang teguh kepada
Al-Qur’an dan Hadits , dengan cara menyandarkan diri kepada hasil ijtihad dan
bimbingan para ulama.
2. Warga NU mentolelir
perbedaan pendapat tentang furu’iyah dan mu’amalah ijtima’iyah selama tidak
bertentangan dengan prinsip agama.
3. Pada masalah yang
sudah ada dalil nash yang shorih dan qothi (tegas dan pasti) tidak boleh ada
campur tangan pendapat akal.
Dalam bidang fiqih ini NU
mengikuti jalan pendekatan (Al-Madzhab) kepada salah satu dari madzhab empat,
Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali.
Dibidang tasawuf atau akhlaq perilaku warga
NU adalah:
1. Mempercayai bahwa
antara syari’ah, aqidah dan tasawuf mempunyai kaitan, bahkan syai’ah harus
diutamakan daripada tasawuf.
2. Menganjurkan usaha
memperdalam penghayatan ajaran Islam
3. Mencegah ektrimisme
yang dapat menjerumuskan orang kepada penyelewengan aqidah dan syari’ah.
4. Berpedoman pada akhlaq
yang luhur dan selalu berada diantara dua ujung sikap yang tepat atau
tathorruf.misal sikap Asy-syaja’ah (berani) merupakan langkah tengah antara
penakut (al-jubn) dan sembrono (at-tahawur).
Dalam bidang tasawuf/akhlaq NU mengikuti
Imam Abul Qosim Al-Junaidi Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghozali serta Imam lain yang
sepaham.
C. Perilaku
Kemasyarakatan
Aswaja adalah ajaran Islam
yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah, dan diamalkan oleh beliu
bersama para sahabatnya, oleh karena itu dapat dipastikan bahwa karakter Aswaja
sama sekali tidak bergeser dari karakter agama Islam. Dasar pendirian NU
menumbuhkan sikap-sikap kemasyarakatan yang merupakan cirri perilaku
kemasyarakatan NU yaitu :
1. At-Tawassuth, artinya mengambil jalan tengah atau
pertengahan, bahwa NU tidak bersikap ekstrim kanan (berkedok agama) maupun
ekstrim kiri (komunis), karena kebajikan memang selamanya terletak antara dua
ujung.
2. Al-I’tidal, yang berarti tegak lurus tidak condong ke
kanan dan kekiri yang berarti keadilan.
3. At-Tasamuh, yang berarti toleran maksudnya bahwa NU
toleran terhadap perbedaan pandangan dalam masalah keagamaan, terutama dalam
hal-hal yang bersifat furu’yah atau khilafiyah.
4. At-Tawazun, berarti keseimbangan, tidak berat
sebelah, tidak berlebihan sesuatu unsure atau kekurangan unsure lain.
5. Amar Ma’ruf, berarti memiliki kepekaan untuk mendorong
perbuatan yang baik, berguna dan bermanfa’at bagi kehidupan.
KELAS XII
BAB III
UKHUWAH NAHDLIYAH
A. Pengertian Ukhuwah Nahdliyah
Secara etimologi,
ukhuwah nahdliyah berasal dari dua kata bahasa
Arab; ukhuwah yang artinya persaudaraan dan nahdliyah yang
artinya perspektif kelompok NU. Sedangkan secara epistemology, ukhuwah
nahdliyah adalah formulasi sikap persaudaraan, kerukunan, persatuan, dan
solidaritas yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain atau satu kelompok
pada kelompok lain dalam interaksi social serta menjunjung tinggi nilai-nilai
agama, tradisi, dan sejarah bangsa yang menjunjung tinggi prinsip Ahlussunnah
Waljama’ah.
B. Penjabaran Ukhuwah di Bidang Sosial dan
Politik
Spesifikasi kaum
nahdliyin yang sangat menonjol adalah sikap kebersamaan yang tinggi dengan
masyarakat di sekelilingnya. Kaum nahdliyin mampu menempatkan manusia pada
kedudukan yang sama di hadapan Allah SWT. Sebagaimana firmannya sebagai berikut
:
ياايها الناس انا
خلقنكم من دكروانثى شعوبا وقبائل لتعارفوا, ان اكرمكم عندالله اتقكم ط
ان الله عليم خبير (الحجرات : 13)
Artinya
: “ Wahai manusia sungguh kami ciptakan kalian dari seorang laki-laki dan
perempuan dan kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dab bersuku-suku supaya
saling mengenal, sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa, sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha
Mengenal” (QS Alhujurat : 13)
Landasan lain dari ukhuwah
nahdliyah adalah pendapat KH. Hasyim Asy’ari yang menegaskan bahwa persatuan,
ikatan batin, tolong menolong, dan kesetiaan antar manusia dapat melahirkan
kebahagiaan serta faktor penting bagi tumbuh kembangnya persaudaraan dan kasih
sayang.
Timbulnya sikap ukhuwah dalam
kehidupan masyarakat disebabkan adanya dua hal , yaitu :
1.
Adanya persamaan, baik dalam masalah keyakinan/agama, wawasan, pengalaman,
kepentingan, tempat tinggal maupun cita-cita.
2.
Adanya kebutuhan, yang dirasakan hanya dapat dicapai dengan melalui kerja
sama dan gotong royong serta persatuan.
Ukhuwah (persaudaraan atau persatuan) menuntut
beberapa sikap dasar untuk memengaruhi kelangsungannya dalam realitas kehidupan
sosial, sikap dasar tersebut adalah :
1.
Saling mengenal (taaruf)
2.
Saling menghargai (tasamuh)
3.
Saling menolong (taawun)
4.
Saling mendukung (tadlamun)
5.
Saling menyayangi (tarahum)
Ukhuwah (persaudaraan atau
persatuan) akan terganggu kelestariannya, apabila terjadi sikap-sikap
destruktif (muhlikat) yang bertentangan dengan perilaku etika sosial (akhlaqul
karimah) seperti :
1.
Adanya saling menghina (assakhriyyah)
2.
Adanya saling mencela (allamdzu)
3.
Adanya praduga jelek (suudhan)
4.
Adanya suka mencemarkan nama baik (ghibah)
5.
Adanya sikap kecurigaan yang berlebihan ( tajassus)
6.
Adanya sikap congkak ( takabbur)
C.
Macam – macam Ukhuwah Nahdliyah
Menurut KH. Muchit Muzadi, ukhuwah
nahdliyah merupakan formulasi atas tiga konsepsi persaudaraan dalam skala
terbatas yang merupakan penjabaran dari konsepsi ukhuwah Islamiyah dalam skala
besar.
Dalam redaksi lain, tri ukhuwah yang
dikenal dikalangan Nahdliyin berakar pada konsep yang pertama yaitu Ukhuwah
Islamiyah, artinya persaudaraan, kerukunan, berdasarkan ajaran agama Islam.
Ketiga konsep persaudaraan dalam perspktif kaum
Nahdliyin adalah sebagai berikut :
1. Ukhuwah Islamiyah, yaitu Persaudaraan antar pemeluk agama Islam.
NU berpandangan
bahwa kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh ikatan kesamaan agama, bangsa /
negara dan kejadian manusia. Ukhuwah Islamiyah adalah upaya menumbuhkembangkan
persaudaraan dengan berlandaskan kepada kesamaan aqidah atau agama.
2. Ukhuwah Wathaniyah, yaitu Persaudaraan antar sesama bangsa
Pada diri manusia perlu ditumbuhkan persaudaraan
yang berdasarkan atas kesadaran berbangsa dan bernegara, seluruh bangsa
Indonesia adalah saudara se tanah air.
3. Ukhuwah Insaniyah /
Basyariyah, yaitu Persaudaraan
sesama Umat Manusia
Seluruh manusia di dunia adalah saudara, tata
hubungan dalam ukhuwah insaniyyah/basyariyah menyangkut hal-hal yang berkaitan
dengan martabat kemanusiaan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera, adil dan
damai. Ukeuwah insaniyyah/basyariyah bersifat solidaritas kemanusiaan.
Ukhuwah Islamiyah dan Wathaniyah merupakan dua
sikap yang saling membutuhkan dan saling mendukung, sikap hubungan antara
persaudaraan Islam dan persaudaraan sebangsa (persatuan Nasional) adalah :
a. Akomodatif, adanya kesediaan untuk saling memahami pendapat,
aspirasi dan kepentingan bersama.
b. Selektif, adanya sikap kritis untuk menganalisasi dan
memilih yang terbaik dan yang lebih bermanfa’at
c. Integratif, adanya kesediaan untuk meyesuaikan dan
menyelenggarakan berbagai macam kepentingan dan aspirasi secara benar, adil dan
proporsional.
D.
Problema atau Hambatan Ukhuwah
Proses wawasan ukhuwh tersebut kerap kali
mengalami hambatan-hambtan karena beberapa masalah yang timbul dari :
1. Adanya kebanggaan kelompok
yang berlebihan, fanatisme yang tidak terkontrol.
2. Adanya kesempitan cakrawala
berpikir, yang disebabkan oleh keterbatasan pemahaman masalah keagamaan
(keIslaman)
3. Lemahnya fungsi kepemimpinan
umat dalam mengembangkan budaya ukhuwah
E.
Penerapan dan Pelestarian Ukhuwah
Dalam penerapan konsep dan wawasan ukhuwah dapat
dilakukan berbagai cara dan melalui bermacam-macam lembaga dan sarana, antara
lain :
1. Ukhuwah Islamiyyah
(persaudaraan Islam) seyogyanya dimulai dari lingkungan yang paling kecil
(keluarga), kemudian dikembangkan yang lebih luas.
2. Perlu adanya keteladanan yang
baik dari para pemimpin
3. Mengembangkan perluasan
cakrawala berpfikir dalam masalah keagamaan maupun kemasyarakatan
4. Terbentuknya lembaga-lembaga
atau pranata-pranata yang dapat menumbuhkan kerukunan, persatuan dan
solidaritas
5. Mendayagunakan semua lembaga
dan sarana baik yang disediakan pemerintah maupun swadaya masyarakat (ormas,
pesantren, sekolah, kampus ) sebagai sarana pengembangan persaudaraan Islam dan
persatuan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MENERIMA KRITIK DAN SARAN YANG SIFATNYA MEMBANGUN TETAPI SECARA HALUS DAN SOPAN ............. TERIMA KASIH. H. SAEFUDDIN ZAENI