KELAS XII
BAB II
PERILAKU WARGA NAHDLATUL ULAMA DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI
A. Kaidah Fiqhiyah
Sebagai Dasar Pembentukan Perilaku Nahdliyin
Sebelum NU lahir telah terjadi akulturasi
antara budaya local dan nilai Islam di tengah-tengah umat Islam Indonesia dari
akulturasi itu terwujudlah menjadi tradisi baru yang mengakar di masyarakat.
Kelompok Islam ini menyatu dalam pola piker (Ittifaq al-ara’ wal-madzhab)
dan referensi tradisi social keagamaan (ittihad Al-ma’khad wal-masyrab).
Dasar pembentukan prilaku etika moral kaum
Nahdliyin yang bercirikan sikap tawasuth (tengah-tengah/moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran) dan
I’tidal (adil) merupakan implementasi dari kekukuhan mereka dalam memegang
prinsip-prinsip keagamaan (qoidah Al-Fiqhiyah) yang dirumuskan oleh ulama
klasik, diantara prinsip-prinsip keagamaan tersebut adalah al’adatul Muhakkamah
“
(العادة المحكمة
) artinya sebuah tradisi
dapat menjelma menjadi pranata sosial keagamaan.
Maksudnya rumusan hokum yang tidak bersifat
absolute dapat ditata selaras dengan subkultur sebuah komunitas masyarakat
menurut ruang dan waktunya dengan mengacu kepada kesejahteran dan kebaikan
masyarakat tersebut, hal ini dapat dilakukan selama tidak kontradiktif dengan
prinsip qoidah umum dan prinsip universal.
Qoidah Fiqhiyah :
العادة
المحكمة مالم يخالف الشرع
Artinya : Adat kebiasaan atau budaya itu bias
dijadikan hokum selama tidak bertentangan dengan norma agama “
Qoidah fiqhiyah tersebut menjadikan
performa Islam sangat baik, sehingga agama menjadi dinamis dan membumi, yang
selalu actual di tengah-tengah masyarakat.
Umat Islam juga mengenal prinsip dasar
keagamaan dengan menggunakan kaidah :
المحافظة
على القديم الصالح والا خد بالجديد الاصلح
Artinya : Upaya pelestarian nilai-nilai
yang baik di masa lalu dan melakukan adopsi nilai-nilai baru yang lebih baik.
Qoidah tersebut merupakan
instrumen bagi proses rekonsiliasi agama dan budaya. Agama dan budaya merupakan
dua hal yang berbeda serta mempunyai independensi tersendiri, agama berasal
dari wahyu Allah oleh karena itu bersifat suci dan permanen, sedangkan budaya
adalah produk manusia yang selalu berubah-ubah dan dinamis.
Selanjutnya kaum nahdliyin
mengenal kaidah :
الحكم
يدور مع علته وجودا وعدما
Artinya : Sebuah keputusan itu terikat
dengan sebabnya
Maksudnya sebuah kebijakan
yang dilakukan sangat dipengaruhi oleh reasoningnya, oleh karena itu sebuah
keputusan tidak dapat berdiri sendiri, ia sangat bergantung kepada alasan
keputusan tersebut.
Kaidah lainnya adalah :
ادا
تعارض مفسدتان رعي اعظمهما ضررا بارتكاب اخفهما
Artinya : Jika terjadi kemungkinan komplikasi yang
membahayakan maka yang dipertimbangkan adalah resiko yang terbesar dengan cara
melaksanakan yang paling kecil resikonya.
Kaidah ini merupakan solusi
untuk menghindari resiko buruk dengan cara menghindari langkah-langkah ideal
beresiko tinggi, setiap langkah kebijakan di tengah masyarakat selalu
mengandung resiko, karena itu resiko buruk harus menjadi pertimbangan dengan
cara memilih kebijakan yang mempunyai dampak buruk paling ringan.
Kaum nahdliyain juga mengenal
kaidah :
درء
المفاسد مقدم على جلب المصالح
Artinya : Mencegah marabahaya lebih
diutamakan dari pada meraih kebaikan
Maksudnya masyarakat perlu
memilih langkah menghindari bahaya daripada mengupayakan kebaikan yang berisiko
tinggi, prinsip ini mendorong masyarakat untuk bertindak cermat dan tepat
sehingga aktivitasnya benar-benar berdampak positif, baik bagi dirinya maupun
orang lain.
Kaidah lain :
تصرف
الامام منوط بمصلحة الرعية
Artinya : Kebijakan pemimpin harus
mengacu kepada kebaikan rakyatnya.
Maksudnya seorang penguasa merupakan
penjelmaan kepentingan rakyatnya, ia bukanlah repreentasi dirinya sendiri,
karena itu segala kebijakan yang diambil harus mengacu kepada kepentingan
rakyat.
B. Perilaku Keagamaan
NU
Islam Aswaja merupakan prinsip utama NU,
sedangkan formulasi khitthah NU, mabadi’ Khoiro Ummah, dan beberapa kaidah
fiqhiyah merupakan tafsir atas prinsip utama yang diharapkan mampu mewujudkan
kepribadian dan perilaku-perilaku warga NU.
Perilaku keagamaan warga NU yang
menggunakan system bermadzhab memberikan spesifikasi di bidang Aqidah, Syari’ah
dan Tasawuf.
Dibidang Aqidah cirri perilaku yang
dikembangkan oleh warga NU adalah :
1. Mengembangkan
keseimbangan antara logika dan teks ilahiyyah (Dalil aqli dan Naqli), dengan
pengertian dalil Aqli dipergunakan dan ditempatkan di bawah dalil naqli.
2. Warga NU berusaha
menjaga kenurnian Aqidah Islam dari pengaruh eksternal.
3. Warga NU memahami
konsep jalan tengah taqdir, yaitu percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi
adalah atas ketentuan Allah sedangkan manusia mempunyai kewajiban untuk
berusaha.
Dibidang aqidah ini NU
mengikuti Aswaja yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu
Manshur Al-Maturidi.
Dibidang syari’ah cirri perilaku warga NU
adalah :
1. Berpegang teguh kepada
Al-Qur’an dan Hadits , dengan cara menyandarkan diri kepada hasil ijtihad dan
bimbingan para ulama.
2. Warga NU mentolelir
perbedaan pendapat tentang furu’iyah dan mu’amalah ijtima’iyah selama tidak
bertentangan dengan prinsip agama.
3. Pada masalah yang
sudah ada dalil nash yang shorih dan qothi (tegas dan pasti) tidak boleh ada
campur tangan pendapat akal.
Dalam bidang fiqih ini NU
mengikuti jalan pendekatan (Al-Madzhab) kepada salah satu dari madzhab empat,
Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali.
Dibidang tasawuf atau akhlaq perilaku warga
NU adalah:
1. Mempercayai bahwa
antara syari’ah, aqidah dan tasawuf mempunyai kaitan, bahkan syai’ah harus
diutamakan daripada tasawuf.
2. Menganjurkan usaha
memperdalam penghayatan ajaran Islam
3. Mencegah ektrimisme
yang dapat menjerumuskan orang kepada penyelewengan aqidah dan syari’ah.
4. Berpedoman pada akhlaq
yang luhur dan selalu berada diantara dua ujung sikap yang tepat atau
tathorruf.misal sikap Asy-syaja’ah (berani) merupakan langkah tengah antara
penakut (al-jubn) dan sembrono (at-tahawur).
Dalam bidang tasawuf/akhlaq NU mengikuti
Imam Abul Qosim Al-Junaidi Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghozali serta Imam lain yang
sepaham.
C. Perilaku
Kemasyarakatan
Aswaja adalah ajaran Islam
yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah, dan diamalkan oleh beliu
bersama para sahabatnya, oleh karena itu dapat dipastikan bahwa karakter Aswaja
sama sekali tidak bergeser dari karakter agama Islam. Dasar pendirian NU
menumbuhkan sikap-sikap kemasyarakatan yang merupakan cirri perilaku
kemasyarakatan NU yaitu :
1. At-Tawassuth, artinya mengambil jalan tengah atau
pertengahan, bahwa NU tidak bersikap ekstrim kanan (berkedok agama) maupun
ekstrim kiri (komunis), karena kebajikan memang selamanya terletak antara dua
ujung.
2. Al-I’tidal, yang berarti tegak lurus tidak condong ke
kanan dan kekiri yang berarti keadilan.
3. At-Tasamuh, yang berarti toleran maksudnya bahwa NU
toleran terhadap perbedaan pandangan dalam masalah keagamaan, terutama dalam
hal-hal yang bersifat furu’yah atau khilafiyah.
4. At-Tawazun, berarti keseimbangan, tidak berat
sebelah, tidak berlebihan sesuatu unsure atau kekurangan unsure lain.
5. Amar Ma’ruf, berarti memiliki kepekaan untuk mendorong
perbuatan yang baik, berguna dan bermanfa’at bagi kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MENERIMA KRITIK DAN SARAN YANG SIFATNYA MEMBANGUN TETAPI SECARA HALUS DAN SOPAN ............. TERIMA KASIH. H. SAEFUDDIN ZAENI